INIKABAR.COM - Tanpa terasa Kabupaten Selayar akan kembali
memperingati momentum hari jadinya yang ke 409 tahun. Rangkaian hari
bersejarah ini akan kembali diperingati oleh segenap unsur warga
masyarakat dan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Selayar pada tanggal, 29
November 2014 mendatang.
Sebuah rangkaian peringatan hari bersejarah yang sepatutnya diisi oleh
catatan kesuksesan pembangunan dalam sepuluh tahun era pemerintahan Drs.
H. Syahrir Wahab, MM. Bukan sebaliknya, harus diwarnai oleh torehan
tinta merah kegagalan pembangunan dalam hal pengentasan kehidupan warga
miskin.
Laporan tentang potret kehidupan miskin keluarga Tamrin warga Jl.
Melinjo, Lingkungan Bua-Bua Utara, Kelurahan Benteng Utara, Kecamatan
Benteng, Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi-Selatan, kami kupas
tuntas, lengkap dan tajam sebagai ‘kado special’ Puncak Peringatan Hari
Jadi Selayar ke 409 tahun.
Upaya penanganan terhadap kehidupan rakyat miskin di Kabupaten Kepulauan
Selayar, Sulawesi-Selatan ternyata belum banyak memberikan jawaban yang
berarti.
Data warga miskin versi Dinsosnakertras Kabupaten Kepulauan
Selayar per tahun 2011 menyebutkan, jumlah penduduk miskin di daerah
penghasil keripik melinjo ini masih berada pada kisaran delapan ribu
jiwa.
Dalam sebuah kesempatan wawancara ekslusif dengan wartawan beberapa
tahun lalu, Kepala Dinas Dinsosnakertrans, Drs. Saharuddin
mengungkapkan, persoalan kemiskinan di Kabupaten Kepulauan Selayar, akan
rampung dalam tiga tahun masa jabatannya sebagai Kadis Sosial.
Namun ironis, karena hingga sekarang angka kemiskinan di Kabupaten
Kepulauan Selayar masih tetap tidak menunjukkan pergeseran. Malah
sebaliknya, jumlah penduduk miskin kian bertambah banyak.
Kondisi rakyat
miskin bahkan kian memprihatinkan dan menyedihkan. Tak sedikit diantara
mereka yang harus menanggung kesulitan untuk bisa memperoleh kualitas
gizi makanan yang baik dan berkualitas.
Jangankan mengkonsumi makanan 4 sehat 5 sempurna, membeli beras kualitas
terendah untuk memenuhi kebutuhan karbohidrat dengan harga....per kg,
mereka sudah sangat kesulitan disamping mereka juga harus membeli
kebutuhan lauk-pauk.
Tamrin bersama keluarganya merupakan salah satu potret nyata warga
miskin yang tinggal berdomisili di Jl. Melinjo, Lingkungan Bua-Bua
Utara, Kelurahan Benteng Utara, Kecamatan Benteng. Pekerjaan sebagai
seorang tukang becak dengan penghasilan yang tidak menentu, memaksa
Tamrin dan keluarga untuk tetap dapat menjalani kehidupan sehari-hari
ditengah himpitan ekonomi yang serba kekurangan.
Pendapatan dari hasil menggayuh becak sebesar tiga puluh lima ribu
rupiah perhari betul-betul hanya cukup buat membeli dua liter beras
murah dan ikan seadanya yang didapat dari pasar seharga sepuluh ribu
rupiah per ikat.
Realita kehidupan miskin yang dilakoni Tamrin bersama enam orang anggota
keluarganya tergambar dengan sangat jelas dari kondisi bangunan rumah
berukuran 6 x 15 meter, berusia tujuh puluh tahun yang kian
memprihatinkan.
Bangunan rumah semi permanen yang sebahagian dindingnya terbuat dari
bahan baku bambu tersebut tampak mulai usang dan lapuk termakan usia.
Bagian atap rumah yang terbuat dari bahan dasar seng bekas dan daun
kelapa mulai terlihat bolong, seperti bolongnya beberapa bagian dinding
rumah berusia rentah itu.
Tiang penyangga yang selama ini berfungsi sebagai penopang bangunan
rumah pun tampak mulai miring kanan-kiri dan nyaris rubuh.
Sementara
penghasilan sebagai seorang tukang becak sebesar tiga puluh lima ribu
rupiah perhari betul-betul hanya cukup buat memenuhi kebutuhan biaya
dapur.
Tak sepeser rupiahpun uang yang tersisa buat memperbaiki kondisi
bangunan rumanya yang sudah reok dan mulai mengancam keselamatan jiwa
anggota keluarganya. Angin kencang yang terkadang datang tiba-tiba, tak
jarang membuat istri dan anaknya harus lari tengah malam karena takut
tertimpa oleh reruntuhan bangunan rumahnya sendiri.
Sisi lain derita kehidupan keluarga Tamrin dapat ditilik dari kondisi
bagian dalam rumah yang kosong tanpa perabotan. Diatas rumah, hanya
terdapat dua buah meja kayu dan satu meja plastik kusam. Selebihnya,
terdapat empat buah lemari kayu yang digunakan sebagai tempat pakaian
dengan kondisinya yang sudah rusak.
Tiga lemari ditempatkan di ruang tamu dan sisanya diposisikan di dalam
ruang kamar tidur tanpa pintu yang tidak berjauhan dengan ruang tamu.
Berbeda dengan kamar tidur pada umumnya, ruang kamar tidur di rumah
Tamrin hanya terisi oleh bentangan kasur tanpa pengalas dan kain kelambu
untuk melindungi keluarganya dari gigitan nyamuk, saat sedang tidur
malam.
Tidak ada plafon permanen diatas rumah ini, terkecuali selembar kain
baliho caleg yang dibentangkan sebagai plafon ruang tamu. Sementara
bagian dalam dapur hanya diwarnai oleh keberadaan dua buah panci, sebuah
tungku dengan bahan bakar kayu dan beberapa ember cat bekas yang
dijadikan sebagai tempat penampungan air bersih.
Tidak ada lemari penyimpanan khusus makanan yang tersedia di dalam ruang
dapur. Panci nasi dan piring berisi ikan goreng hanya diletakkan diatas
sebuah bangku-bangku kayu yang terletak tidak berjauhan dengan galon
air dan rak piring besi karatan. (fadly syarif)