INIKABAR.com , PONOROGO_- Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu
Pendidikan (STKIP) PGRI Ponorogo, menggelar Sekolah Literasi Gratis (SLG) yang
sudah berjalan di Angkatan ketiga minggu kedua, mendapatkan apresiasi luar
biasa dari masyarakat Ponorogo dan sekitarnya, termasuk Madiun, Wonogiri,
Trenggalek, Tulungagung, hingga Pacitan.
“Saya mendengar kabar Sekolah
Literasi Gratis ini dari teman saya yang ada di Ponorogo. Begitu mendengar
cerita keseruan di sana, saya jadi tertarik ingin mengikuti dan ikut
berpartisipasi, meskipun rumah saya jauh,” terang
salah satu peserta SLG dari Kota Tulungagung kapada inikabar.com.
Kampus swasta, sekaligus kampus pertama
yang menggelar sekolah literasi di Ponorogo ini, Minggu (13/11) mendatangkan
dua pemateri redaktur koran Jawa Pos
Radar Ponorogo, Yupi Apridayani dan Bambang H. Irawanto. Sebelum keduanya
memberikan materi, tidak kalah hebohnya kali ini SLG menampilkan sebuah tari
tradisional Girang-Girang, dengan tiga penari wanita perwakilan dari salah satu
Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) tari yang ada di kampus swasta itu.
“Kalau kalian ingin cepat kaya,
jangan bercita-cita jadi wartawan, jadilah pengusaha,” canda Yupi mengawali memberikan materi.
Di depan 100 peserta SLG, Yupi mengutarakan
menjadi seorang wartawan bukanlah jalan untuk menjadi kaya raya. Yang membuat
kaya wartawan adalah kata-kata. Kata yang ditulis hingga menjadikannya sebuah
berita yang hangat, aktual dan dapat mempengaruhi orang lain.
“Betapa dahsyat kalian kalau menulis
dan mampu memengaruhi orang lain,” tambah
Bambang H. Irawanto yang masuk dunia kewartawanan sejak tahun 2001 itu.
Mengawali materi di sekolah literasi, Yupi
melontarkan tiga buah pertanyaan menarik. Salah satu di antaranya ‘Apakah
menulis butuh bakat?’
“Tidak. Menulis hanya butuh kemauan
dalam diri,” ungkap Ratna, mahasiswi STKIP
PGRI Ponorogo Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Menurut wartawan yang pernah menjadi Dosen
Komunikasi Unmer Madiun, bakat manusia hanya 1%, sedangkan 99% adalah kemauan.
Bakat menulis pastilah dimiliki setiap manusia, namun tidak jarang mereka mau
mengasah bakat yang sudah ada dalam dirinya.
“Setiap orang pasti bisa menulis,” tegas Sutejo, Ketua Adat Sekolah
Literasi Gratis saat membuka sekolah literasi di angkatan bulan ketiga sejak
Agustus kemarin, selaras dengan salah satu judul buku Petter Elbow cetakan 2000
berjudul Everyone Can Write.
Oleh karenanya, tujuan besar adanya sekolah
literasi adalah siap mencetak 1.200 penulis di Ponorogo. Tujuan mulia itu
patutlah kita dukung untuk menjadikan generasi literasi yang melek literasi dan
berbudaya baca-tulis. Membaca buku dan mampu mencetak buku sebagai kado untuk
bumi Indonesia. Seperti logo salah satu produk buku tulis ‘SIDU’ yakni
sebagai isyarat memberi pandangan masyarakat, jika buku adalah sinar dunia.
“Semoga semua orang di sini membawa
virus literasi,” pungkas
Yupi Apridayani menutup materi dengan diikuti tepuk tangan gemuruh peserta SLG*
(Suci Ayu Latifa)