INIKABAR.com , BEKASI – Polresta Kabupaten
Bekasi Jawa Barat,menetapkan Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Cijengkol, Kecamatan
Setu, Kabupaten Bekasi, Jafar Umar Sidik, sebagai tersangka dan langsung
ditahan, terkait kasus pencemaran nama baik, perampasan dan pengancaman.
Jafar Umar Sidik ditahan pada Sabtu (8/4/2017)
pagi, usai diperiksa selama 15 jam di ruang Reserse Kriminal (Reskrim) Polresta
Kabupaten Bekasi. Sebelumnya, Jafar Umar Sidik telah dua kali memenuhi
panggilan Polresta Kabupaten Bekasi.
"Terkait kasus pencemaran nama baik,
perampasan dan pengancaman yang dilakukan Ketua BPD Cijengkol, Jafar Umar Sidik
terhadap para pekerja yang sedang melakukan cut and fill di (pemerataan) di
tanah milik M Hendra yang terletak di Kampung Lubang Buaya, RT 001 RW 004, Desa
Cijengkol, terbukti telah memenuhi unsur pidana,” ujar sumber di Polresta Kabupaten Bekasi,
Sabtu (8/4/2017).
Sumber mengungkapkan, polisi melakukan
penahanan kepada Jafar Umar Sidik karena jelas sekali unsur tindak kriminalnya.
"Dia terbukti telah merampas kunci beko
serta mengancam para pekerja yang sedang melakukan cut and fill di tanah milik
M Hendra. Jafar Umar Sidik sudah ditetapkan sebagai tersangka dan dilakukan penahanan,"
bebernya.
Dikatakan sumber, Jafar Umar Sidik dikenakan
Pasal 355 tentang pencemaran nama baik, Pasal 338 tentang perampasan dan Pasal
368 tentang pengancaman. “Jafar Umar Sidik kita kenakan tiga pasal,” katanya.
Sebelumnya, Ketua BPD Cijengkol, Kecamatan
Setu, Jafar Umar Sidik, dilaporkan ke Polres Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi,
Jumat malam (17/3) oleh Darih Yadi alias Kumis, warga Kampung Cibuntu,
Kecamatan Cikarang Barat.
Pasalnya, Ketua BPD Cijengkol itu ditengarai
telah merampas kunci beko saat dilakukan kegiatan cut and fill (pemerataan) di
tanah milik M Hendra yang terletak di Kampung Lubang Buaya, RT 001 RW 004, Desa
Cijengkol, Kecamatan Setu. Selain merampas kunci beko, Jafar Umar Sidik juga
dituduh mengancam para pekerja yang sedang melakukan cut and fill.
“Kami terpaksa melaporkan Ketua BPD
Cijengkol, Jafar Umar Sidik, karena telah merampas kunci beko serta mengancam
para pekerja yang sedang melakukan cut and fill di tanah milik M Hendra,” kata
Darih Yadi, Jumat malam (17/3), usai membuat laporan polisi di Polres Kota
Bekasi, Kabupaten Bekasi.
Diceritakan Darih Yadi, perampasan kunci beko
dan pengancaman itu dilakukan Jafar Umar Sidik, usai sholat Jumat, sekira pukul
13.30 WIB. Ketua BPD Cijengkol, yang didampingi sejumlah warga yang menguasai
tanah milik M Hendra itu, tiba-tiba menggeruduk para pekerja yang sedang
melakukan pemerataan dan meminta agar pengerjaan pemerataan dihentikan.
“Hentikan! Saya minta pengerjaan pemerataan
ini dihentikan sekarang juga. Mana kunci bekonya. Kalau tidak diberi, nanti
saya bakar beko ini,” ancam Jafar Umar Sidik, yang juga pengurus Majelis Ulama
Indonesia (MUI) Kecamatan Setu ini, sembari mencabut paksa kunci beko, seperti
dikatakan Kumis, koordinator lapangan (korlap) pada kegiatan cut and fill
tersebut.
Dampak perampasan kunci beko tersebut, M
Hendra mengaku sangat dirugikan karena aktivitas cut and fill terhenti. “Jelas,
saya rugi donk. Lagian apa dasarnya Ketua BPD Cijengkol merampas kunci beko?”
kata M Hendra.
Apalagi, lanjut dia, berdasarkan putusan Mahkamah
Agung (MA), Reg. Nomor: 2817.K/Pdt/1989, sudah mempunyai kekuatan hukum tetap,
sudah ingkrah dan kepemilikannya tidak bisa diganggu gugat, sudah jelas dan
sudah selesai; ditetapkan bahwa objek tanah tersebut adalah milik Anim bin
Rilan.
Dihubungi di tempat terpisah, Kuasa hukum M
Hendra, R Rudi Gunadi dari Lembaga Advokasi dan Bantuan Hukum Gerakan Rakyat
Sadar Hukum Indonesia (LABH-GRASHI), menegaskan, ketentuan pidana mengenai
pengancaman diatur dalam Bab XXIII tentang pemerasan dan pengancaman Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Mengenai ancaman kekerasan diatur dalam Pasal
368 ayat (1) KUHP: Pasal 368 ayat (1) KUHP; “Barang siapa dengan maksud untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa
seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang
sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang
lain, atau supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena
pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun”.
R Rudi Gunadi menjelaskan pasal tersebut
dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta komentar-komentarnya
lengkap pasal demi pasal dan menamakan perbuatan dalam Pasal 368 ayat (1) KUHP
sebagai pemerasan dengan kekerasan yang mana pemerasnya: Memaksa orang lain; Untuk
memberikan barang yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang itu
sendiri atau kepunyaan orang lain, atau membuat utang atau menghapuskan
piutang; Dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan
melawan hak; Memaksanya dengan memakai kekerasan atau ancaman kekerasan. (dun)