-->

Iklan

TNI Kodim 1415 Kepulauan Selayar Peringati Hari Sumpah Pemuda

31 Oktober 2017, 12.00 WIB Last Updated 2017-10-31T05:00:28Z

Laporan : Fadly Syarif dari Kepulauan Selayar Sulawesi Selatan

INIKABAR.com , SULAWESI SELATAN - Peringatan Hari Sumpah Pemuda digelar di halaman Markas Distrik Militer 1415 Kepulauan Selayar dengan melibatkan segenap anggota TNI Kodim 1415 Kepulauan Selayar, para perwira, Pengurus Persit Kartika Chandra Kirana dan Sipil Kodim 1415 Kepulauan Selayar.

Dandim 1415 Kepulauan Selayar, Letkol ARM Yuwono, S.Sos., MM tampil selaku inspektur upacara didampingi perwira upacara, Kapt. Inf. Busrah dan Komandan Upacara, Lettu Kav. Abd. Rasyid.
Rangkaian upacara Peringatan hari sumpah pemuda yang diperingati secara rutin pada setiap tanggal 28 Oktober diawali dengan pembacaan teks Pancasila dan Naskah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.

Dandim 1415 Kepulauan Selayar, Letkol ARM Yuwono, S.Sos., MM selaku inspektur upacara menyatakan, Peringatan hari sumpah pemuda yang jatuh pada setiap tanggal 28 Oktober, tahun 2017 ini merupakan peringatan HSP ke 89, di mana rangkaian upacara menjadi salah satu bentuk kegiatan yang rutin digelar untuk memperingati Momentum hari Sumpah Pemuda, baik di tingkat instansi, sekolah, maupun di lingkungan institusi TNI dan Polri.

Delapan puluh sembilan tahun yang lalu, tepatnya pada tanggal 28 Oktober 1928, sebanyak 71 pemuda dari seluruh penjuru tanah air, berkumpul di sebuah gedung di jalan Kramat Raya, daerah Kwitang Jakarta.

Mereka mengikrarkan diri sebagai satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa yaitu, Indonesia. Sungguh sebuah ikrar yang sangat monumental bagi perjalanan bangsa Indonesia. Ikrar ini nantinya, 17 tahun kemudian melahirkan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia tanggal, 17 Agustus 1945.

Dikatakannya, sumpah pemuda dibacakan pertama kali, di arena kongres ke 2, dihadiri oleh pemuda lintas suku, agama, dan daerah. Jika kita membaca dokumen sejarah kongres pemuda ke-2, kita akan menemukan daftar panitia dan peserta kongres yang berasal dari pulau-pulau terjauh Indonesia.
Secara imaginatif sulit rasanya membayangkan mereka dapat bertemu dengan mudah. Dari belahan barat Indonesia terdapat nama Muhammad Yamin, seorang pemuda kelahiran Sawah Lunto Sumatera Barat yang mewakili organisasi pemuda Sumatera, Jong Sumateranen Bond.

Dari belahan Timur Indonesia kita menemukan pemuda bernama Johannes Leimena, Kelahiran Kota Ambon, Maluku, mewakili organisasi pemuda Jong Ambon. Ada juga Katjasungkana dari Madura, sementara Cornelis Lefrand Senduk, mewakili organisasi pemuda Sulawesi, Jong Celebes.

Pernahkah kita membayangkan bagaimana seorang Mohammad Yamin dari Sawah Lunto dapat bertemu dengan Johannes Leimena dari Ambon ? Pernahkah kita membayangkan bagaimana seorang  Katjasungkana dari Madura dapat bertemu Leftrand Senduk dari Sulawesi ? bukan hanya bertemu, tapi mereka juga berdiskusi, bertukar pikiran, mematangkan gagasan hingga akhirnya bersepakat mengikatkan diri dalam komitmen Ke Indonesiaan.

Padahal jarak antara Sawah Lunto dengan Kota Ambon, lebih dari 4000 kilometer. Hampir sama dengan jarak antara kota jakarta ke kota Sanghai Cina. Sarana transportasi umum saat itu, masih mengandalkan laut.

Dibutuhkan waktu berminggu-minggu untuk bisa sampai ke kota mereka. Alat komunikasi pun masih terbatas, mengandalkan korespondensi melalui kantor pos. Hari ini surat dikirim, satu dua bulan kemudian barulah sampai di alamat tujuan.

       Belum lagi kalau kita berbicara tentang perbedaan agama dan bahasa. Mohammad Yamin beragama Islam berbahasa Melayu. Johannes Leimena beragama Protestan berbahasa Ambon. Begitupun dengan Katjasungkawa, Lefrand Senduk dan 71 pemuda peserta kongres lainnya.
Mereka memiliki latar belakang agama. Suku, bahasa dan adat istiadat yang berbeda-beda. Namun fakta sejarah menunjukkan bahwa sekat dan batasan-batasan tersebut tidak menjadi halangan bagi para pemuda Indonesia untuk bersatu demi cita-cita besar Indonesia. Inilah yang kita sebut dengan istilah “Berani Bersatu”.

Lanjut Yuwono menandaskan, kita tentu patut bersyukur atas sumbangsih para pemuda Indonesia yang sudah melahirkan sumpah pemuda. Sudah seharusnya kita meneladani langkah-langkah dan keberanian mereka hingga mampu menorehkan sejarah emas untuk bangsanya.

Bandingkan dengan era sekarang. Hari ini,  sarana transportasi umum sangat mudah. Untuk menjangkau Ujung Timur dan barat Indonesia hanya dibutuhkan waktu beberapa jam saja. Untuk dapat berkomunikasi dengan pemuda di pelosok-pelosok negeri ini, cukup dengan menggunakan akat komunikasi, tidak perlu menunggu datangnya tukang pos hingga berbulan-bulan lamanya. Interaksi sosial dapat dilakukan 24 jam kapanpun dan di manapun.

Namun, anehnya justeru dengan berbagai macam kemudahan yang kita miliki hari  ini, kita justeru lebih sering berselisih paham, mudah sekali menvonis orang, mudah sekali berpecah belah, saling mengutuk satu dengan yang lain, menebar fitnah, dan kebencian.

Seolah-olah kita dipisahkan oleh jarak yang tak terjangkau atau berada di ruang isolasi yang tidak terjamah, atau terhalang oleh tembok raksasa yang tinggi dan tebal hingga tidak dapat ditembus oleh siapapun.

Padahal dengan kemudahan tekhnologi dan sarana transportasi yang kita miliki hari ini, seharusnya lebih mudah buat kita untuk berkumpul, bersilaturrahim dan berinteraksi sosial. Sebetulnya, tidak ada ruang untuk salah paham apalagi untuk membenci, karena semua hal dapat kita konfirmasi dan kita klarifkasi hanya dalam hitungan detik.

Dalam sebuah kesempatan, Presiden Republik Indonesia yang pertama, Bung Karno pernah menyampaikan “Jangan mewarisi abu sumpah pemuda, tapi warisilah api Sumpah Pemuda. Kalau sekedar mewarisi abu, saudara-saudara akan puas dengan Indonesia yang sekarang sudah satu bahasa, satu bangsa, dan satu tanah air. Tapi ini bukan tujuan akhir”.

Pesan yang disampaikan oleh Bung Karno ini sangat mendalam khususnya bagi generasi muda Indonesia. Api sumpah pemuda harus kita ambil dan terus kita nyalakan. Kita harus berani melawan segala bentuk upaya yang ingin memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa. Kita juga harus berani melawan ego kesukuan, keagamaan, dan kedaerahan kita. Ego ini yang kadangkala mengemuka dan mengerus persaudaraan kita sesama anak bangsa.

Kita harus berani mengatakan bahwa Persatuan Indonesia adalah segala-galanya, jauh di atas persatuan keagamaan, kesukuan, kedaerahan, apalagi golongan. Mari kita cukupkan persatuan dan Kesatuan indonesia.

Stop segala bentuk perdebatan yang mengarah pada perpecahan bangsa. Kita seharusnya malu dengan para pemuda 1928 dan juga kepada Bung Karno, karena kita masih harus berkutat di soal-soal ini.

Sudah saatnya kita melangkah ke tujuan lain yang lebih besar yaitu mewujudkan kesejahteraan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Kita patut bersyukur dan berterima kasih kepada Bapak Presiden Republik Indonesia Bpk. Ir. Joko Widodo yang selama ini memberikan perhatian yang sangat besar terhadap pembangunan kepemudaan Indonesia.

Bulan Juli 2017 yang lalu, Bapak Presiden telah menandatangani Peraturan Presiden Nomor 66 tahun 2017 tentang koordinasi strategis Lintas Sektor Penyelenggaraan Pelayanan Kepemudaan. Melalui Perpres ini, peta jalan kebangkitan Pemuda Indonesia terus kita gelorakan. Bersama pemerintah daerah, organisasi kepemudaan, dan sektor swasta kita bergandengan tangan, bergotong royong, melanjutkan api semangat sumpah pemuda 1928.

Saatnya kita berani bersatu untuk kemajuan dan Kejayaan Indonesia, tegas Dandim 1415 Kepulauan Selayar, Letkol ARM Yuwono, S.sos., MM mengutip pidato seragam Menteri Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia, Imam Nahrawi. (fadly syarif)
Komentar

Tampilkan

Kabar Terbaru